Minggu, 01 Agustus 2010

Jatuh Cinta
(Diberi judul sendiri)
Aku simpan cintaku sehingga engkau menderita karena sikapku
Mereka mencelamu dan celaan mereka adalah aniaya
Musuh-musuhmu menghasut
Engkau mencintai dan telah menjadi bahan gunjingan
Tak ada manfaatnya menyimpan cinta
Engkau bagai harimau betina yang mati kepayahan
Pada bekas tapak Hindun atau bagaikan bibir yang sakit
Aku menjauhi kekasih karena takut dosa
Padahal menjauhi kekasih adalah dosa
Rasakanlah bagaimana (rasanya) menjauhi kekasih yang kau sangka
Bahwa itu tindakan bijaksana padahal mungkin itu bohong
(Sebuah syair dari Ubaidillah bin Abdullah bin Utbah bin Mas’ud, salah satu dari tujuh orang
ulama ahli fiqh dari kalangan tabi’in (fuqaha assab’ah), salah seorang guru utama Khalifah
Umar bin Abdul Aziz, seorang ulama yang produktif menulis syair, yang pernah jatuh cinta)
Penjelasan :
Menjaga perasaan kepada lawan jenis merupakan kunci kesuksesan seseorang agar terpelihara harga dirinya. Meskipun sama-sama saling menyukai, apabila merasa belum siap untuk melanjutkan ke jenjang pernikahan, hendaknya perasaan itu kita tutup rapat-rapat. Meskipun kita tahu, keduanya sebenarnya saling mengharapkan. Di saat seperti ini, segala bentuk qorinah / tanda, apakah itu berupa perhatian, pemberian, dsb, hendaknya kita maknai dengan pemaknaan yang sewajar-wajarnya.
Seseorang yang mengumbar perasaan cintanya, hanya akan menjadi bahan gunjingan orang-orang di sekitarnya. Apakah hubungannya itu dapat berlanjut ke jenjang pernikahan, maupun apabila hubungan tersebut gagal menuju tangga pernikahan, sama-sama merupakan sumber gunjingan yang paling enak.
Di sisi yang lain, menyimpan perasaan kepada lawan jenis yang begitu mendalam akan merusak jiwa seseorang, karena ingatannya tidak bisa lepas darinya. Alangkah baiknya apabila kecederungan tersebut segera kita wujudkan dalam bentuk ikatan pernikahan,
sebagaimana sebuah hadits menyatakan, ”Tidak ada yang terbaik bagi dua orang yang saling
mencintai kecuali menikah.” (HR. Ibnu Majah)
Sedangkan menunda-nunda ikatan pernikahan saat hati sudah tertambat pada diri seseorang, atau berusaha menghindar terhadap seseorang yang kita sukai merupakan bentuk penyiksaan batin yang lain, seperti seekor kucing yang dijauhkan dari makanan yang baru ditemuinya. Ia merasa begitu kehilangan, karena dijauhkan dari sesuatu yang selama ini ia harapkan. So, segera pastikan, cari sebuah jawaban, kunjungi orang tuanya, tentukan tanggal pelaksanaan. Insya Allah hati akan menjadi tentram. Wallauhu’alam bishshowab.
Jendela Hati
Tak biasanya jendela itu terbuka setelah cahaya pergi
Sebuah aroma yang belum pernah hadir mulai melewati
Pertama terhirup membuat bulu hidung terasa berdiri
Untuk yang kedua diriku menjadi menikmati
Selanjutnya penciumanku selalu menanti dan mencari
Kapan aroma itu datang kembali
Bila sudah begitu jendela itu menjadi tak terkendali
Dia menjadi lupa kepada siapa harus terbuka atau terkunci
(Adi Nurcahyo, Jember - 2008)
Penjelasan :
Pada awalnya pandangan kita begitu terjaga, sampai akhirnya pandangan itu melihat sesuatu yang belum pernah kita saksikan sebelumnya, sesuatu yang tidak layak kita lihat. Sehingga membuat hati kita berdegup kencang dibuatnya, pikiran terasa tertusuk karenanya. Namun, saat pandangan itu kita arahkan untuk yang kedua kali, degup hati sudah terkendali dan pikiran mulai menghayati objek tersebut.
Bila penghayatan itu berlangsung sekian lama, maka hati mulai menikmati, dan jiwa akan menyukai. Bila sudah begitu, hati akan menjadi rindu kepada objek tersebut. Untuk selanjutnya kita akan berusaha untuk melihatnya kembali pada kesempatan yang lain, dengan berbagai macam cara. Jadilah pandangan kita menjadi liar tak terkendali, karena telah dikuasai oleh nafsu yang membakar hati.
Ibnu Qayyim Al Jauziyah mengatakan, ”Zina mata (Lahadhat) adalah pandangan kepada hal-hal yang menuju kemaksiatan. Bukan sekedar memandang, akan tetapi diikuti dengan pandangan selanjutnya. Barangsiapa yang mengumbar pandangannya, maka ia akan masuk kepada hal-hal yang membinasakan.”
Beliau melanjutkan, ”Antara mata dan qalbu itu ada penghubung dan jalan sehingga saling berhubungan satu sama lain. Bila salah satunya baik, maka baik pula yang lain. Dan sebaliknya, bila salah satu rusak, maka rusak pula yang lain.
Rusaknya qalbu akan merusakkan pandangan, dan rusaknya pandangan akan merusakkan qalbu. Demikian pula sebaliknya, pandangan yang baik akan menjadikan qalbu yang baik, dan qalbu yang baik akan membaikkan pandangan. Jika qalbu telah rusak, jadilah ia seperti tempat sampah yang merupakan tempat pembuangan najis, kotoran dan apa-apa yang berbau busuk. Jika sudah demikian keadaannya, ia tidak dapat menjadi tempat tinggal yang nyaman bagi pengenalan kepada Allah SWT, cinta kepada-Nya, kembali kepada-Nya, senang dan gembira bila dekat dengan-Nya. Namun yang menempatinya saat itu adalah perkara-perkara yang sebaliknya.”
”Ia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.”
(QS. Al Mu’min : 19)

Percikan Ikhlas
Saya menuntut ilmu bukan sekedar berbangga
Saya menuntut ilmu untuk ke surga
Saya bekerja bukan sekedar mencari harta
Saya bekerja untuk ke surga
Saya berbakti kepada orang tua bukan sekedar balas jasa
Saya berbakti kepada orang tua untuk ke surga
Saya kembali pulang bukan sekedar nostalgia
Saya kembali pulang untuk ke surga
Kupilih kamu bukan sekedar cinta
Kupilih kamu untuk ke surga
Kujauhi yang lain bukan karena tak suka
Kutinggalkan yang lain karena takut dosa
(Adi Nurcahyo, Jember - 2008)
Penjelasan :
Setiap saat kita senantiasa dihadapan dengan berbagai pilihan perbuatan, apakah itu berkenaan dengan pekerjaan, keluarga, sekolah, atau berbagai aktivitas lainnya. Dan hampir semua pilihan itu kita ukur dengan pertimbangan enak atau ga enak, baik atau buruk, untung atau rugi, senang atau sengsara, dsb yang serupa dengan itu. Dan semua ini wajar dimiliki oleh seseorang yang masih baik akalnya.
Pertanyaannya, materi-materi kebaikkan macam apa yang kita kehendaki dan materi- materi keburukan seperti apa yang kita jauhi ? Kondisi-kondisi enak yang bagaimana yang kita harapkan, dan kondisi-kondisi tidak enak semacam apa yang kita benci ? Keadaan- keadaan senang semacam apa yang kita nantikan, dan keadaan-keadaan sengsara seperti apa yang kita takuti ?
Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas merupakan sumber inspirasi kita dalam berbuat. Ia merupakan pijakan utama kita dalam mengambil keputusan. Dan ia juga penegas kedudukan kita sebagai hamba dunia atau hamba-Nya.
Diriwayatkan dari Anas r.a., bahwa Rasulullah saw bersabda, “Ada tiga hal yang barangsiapa menetapinya ia akan merasakan manisnya iman, (1) Orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi segala-galanya, (2) Orang yang mencintai orang lain hanya karena Allah, (3) Orang yang enggan kembali kafir setelah Allah menyelamatkannya dari kekafiran sebagaimana ia enggan untuk dilemparkan ke neraka.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hal ini berarti, segala sesuatu yang kita pilih hendaknya menyimpan materi-materi kebaikkan yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya. Dan sesuatu yang kita jauhi karena ia mengandung materi-materi yang dibenci oleh Allah dan Rasul-Nya.
Rasulullah saw juga bersabda, “Sesungguhnya setiap amalan hanyalah tergantung dengan niat-niatnya dan setiap orang hanya akan mendapatkan apa yang dia niatkan, maka barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya dan barangsiapa yang hijrahnya karena dunia yang hendak dia raih atau karena wanita yang hendak dia nikahi maka hijrahnya kepada apa yang dia hijrah kepadanya.” (HR. Bukhari dan Muslim dari ‘Umar bin Khaththab r.a.)
Perkara yang sangat penting untuk diperhatikan, sehebat dan sebesar apapun amal yang telah kita lakukan, tidak akan diterima di sisi Allah swt, kecuali setelah terpenuhinya dua syarat :
1.Hendaknya amalan tersebut dikerjakan semata-mata karena mengharapkan
keridhaan Allah ta’ala (ikhlas), sebagaimana yang terkandung dalam hadits ‘Umar.


Blogspot Templates by Isnaini Dot Com. Powered by Blogger and Supported by Urban Designs